Kajang Lako, Arsitektur Warisan yang Merefleksikan Jati Diri dan Kearifan Budaya Jambi

Kajang Lako, Arsitektur Warisan yang Merefleksikan Jati Diri dan Kearifan Budaya Jambi

Kajang Lako, Arsitektur Warisan yang Merefleksikan Jati Diri dan Kearifan Budaya Jambi-Selly Manurung -Jambitv.co

KOTAJAMBI, JAMBITV.CO - Rumah adat Kajang Lako, salah satu koleksi utama Museum Siginjei, merupakan warisan arsitektur masyarakat Jambi yang menyimpan nilai sejarah, filosofi, dan identitas budaya yang tetap hidup hingga saat ini. Rumah adat Jambi bernama Kajang Lako, sebuah rumah panggung yang memiliki ukuran, bentuk, dan susunan ruang yang sudah ditentukan secara turun-temurun. Rumah ini menjadi salah satu simbol paling kuat dari identitas masyarakat Jambi karena mencerminkan cita-cita, cara hidup, serta kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur.

Kajang Lako dibangun di atas tiang-tiang kayu yang kokoh, dengan seluruh bagian utamanya mulai dari lantai, dinding, hingga tangga dibuat dari papan kayu berkualitas. Keunikan rumah ini tidak hanya terlihat dari bentuk fisiknya, tetapi juga pada makna dan nilai budaya yang tersembunyi di balik setiap bagiannya. Hal ini menunjukkan betapa masyarakat Jambi pada masa lalu sangat memperhatikan keseimbangan antara fungsi, keindahan, dan makna simbolik dalam arsitektur tradisional mereka. Setiap pilihan desain bukan sekadar estetika, tetapi cara mereka merawat tradisi melalui wujud bangunan.

Salah satu ciri khas penting dari Rumah Kajang Lako adalah keberadaan tiga jenis pintu yang masing-masing memiliki fungsi dan aturan pakainya. Pertama, Pintu Tegak, yaitu pintu utama sebagai akses masuk sehari-hari bagi penghuni rumah. Kedua, Pintu Masinding, yang berfungsi ganda sebagai jendela sekaligus ventilasi, dan sering digunakan oleh tamu untuk melihat jalannya upacara adat dari luar rumah tanpa harus masuk ke dalam. Ketiga, Pintu Balik Melintang, pintu yang penggunaannya sangat terbatas dan hanya boleh dilewati tokoh-tokoh yang dihormati seperti pemuka adat, alim ulama, ninik mamak, dan cerdik pandai.

BACA JUGA:Perahu Lajur Warisan Budaya Jambi: Koleksi Museum Siginjai yang Simpan Teknologi Tradisional Tanpa Sambungan

Kehadiran pintu-pintu ini menunjukkan bahwa rumah bukan sekadar bangunan, tetapi ruang sosial yang mengatur hubungan, kehormatan, dan tata nilai masyarakat Jambi. Bahkan, pemilahan pintu ini menjadi bukti bahwa masyarakat dahulu sudah memiliki sistem sosial yang sangat teratur, di mana status, peran, dan tata krama diatur dengan jelas melalui arsitektur. Dengan kata lain, rumah ini menjadi alat yang menyampaikan pesan tentang struktur sosial secara halus namun tegas.

Keunikan lain dari rumah adat ini terlihat jelas dari ukiran-ukiran yang menghiasi setiap sudut bangunan. Motifnya terinspirasi dari lingkungan alam Jambi, seperti flora dan fauna. Motif yang sering ditemui antara lain Bungo Tanjung, Tampuk Manggis, Bungo Jeruk, serta berbagai motif ikan. Ukiran-ukiran ini bukan hanya dekorasi, tetapi cerminan dari pandangan masyarakat Jambi yang menempatkan alam sebagai bagian penting kehidupan. Setiap motif memiliki filosofi yang dipahami dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Selain itu, keberadaan ukiran menunjukkan bahwa seni ukir bukan hanya keterampilan teknis, tetapi juga bentuk ekspresi nilai estetika yang tinggi. Masyarakat Jambi tidak hanya membuat rumah sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai ruang yang menyimpan cerita tentang identitas, kepercayaan, dan hubungan mereka dengan alam sekitar.

BACA JUGA:Perahu Lajur Warisan Budaya Jambi: Koleksi Museum Siginjai yang Simpan Teknologi Tradisional Tanpa Sambungan

Rumah Kajang Lako sering pula disebut Rumah Tuo, karena bagian atas rumahnya menyerupai bentuk perahu. Jika kedua sudut atap dibengkokkan, akan terbentuk pola segitiga. Bentuk ini bukan sekadar estetika, tetapi menyimpan makna mendalam tentang perjalanan hidup manusia dan hubungan dengan alam. Atapnya dibuat menyerupai perahu lipat kajang atau potong jerambah, yakni simbol perjalanan, perlindungan, dan kemampuan masyarakat bertahan dalam berbagai kondisi.

Bentuk perahu ini juga sering dimaknai sebagai simbol kehidupan masyarakat Melayu yang dekat dengan sungai. Dalam konteks Jambi, sungai bukan hanya jalan transportasi, tetapi sumber kehidupan dan ruang interaksi sosial. Rumah yang berbentuk perahu menegaskan bahwa masyarakat hidup berdampingan dengan alam, dan bentuk rumah pun dibuat menyesuaikan dengan lingkungan di mana mereka tinggal.

Secara struktur, Rumah Kajang Lako berasal dari daerah Merangin, tepatnya dari Rantau Panjang, dan memiliki hubungan erat dengan asal-usul suku Batin 5. Rumah ini dibangun dengan ukuran yang umumnya sekitar 12 × 9 meter, berdiri di atas 30 tiang, terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang pelamban.

BACA JUGA:Mesin Cetak Uang Rantau Ikil Simpan Jejak Sejarah ORIPS di Masa Agresi Belanda

Masing-masing tiang memiliki tinggi sekitar 4,25 meter. Jarak antar rumah biasanya sekitar 2 meter, menunjukkan bahwa penataan rumah dalam lingkungan masyarakat tetap mempertimbangkan keharmonisan dan keamanan. Penataan yang teratur ini menggambarkan bahwa masyarakat Jambi selalu memperhitungkan aspek sosial dalam kehidupan sehari-hari, termasuk menjaga ruang satu sama lain. Jarak tersebut juga mencerminkan strategi adaptasi terhadap kondisi alam, terutama dalam mengantisipasi banjir atau kondisi tanah yang lembab.

Keunikan strukturalnya bukan hanya pada bentuknya, tetapi juga pada pembagian ruang yang terorganisasi secara jelas. Rumah ini memiliki delapan ruangan, masing-masing dengan fungsi khusus yang menggambarkan cara masyarakat Jambi mengatur kehidupan sehari-hari. Ruang Pelamban digunakan untuk mencuci kaki atau menjemur baju. Ruang Gaho berfungsi sebagai dapur dan tempat penyimpanan bakiak air. Ruang Masinding adalah ruang depan yang digunakan untuk pertemuan adat dan kegiatan penting lainnya. Ruang Tengah berada di jantung bangunan dan biasanya diperuntukkan bagi kaum perempuan ketika upacara adat. Ruang paling istimewa adalah Balik Malintang, ruangan khusus bagi tokoh tertentu, dengan lantai yang ditinggikan sebagai tanda kehormatan.

Ada pula Ruang Balik Menalam yang bersifat serbaguna dan sering digunakan sebagai ruang makan atau kamar tidur bagi orang tua atau anak gadis. Di bagian paling atas terdapat Penteh, yaitu ruang penyimpanan barang. Sedangkan bagian bawah rumah disebut Bauman, area tanpa dinding yang lazim digunakan untuk menyimpan peralatan, memasak saat acara besar, atau bahkan menjadi kandang hewan ternak. Seluruh ruang ini menunjukkan bahwa masyarakat Jambi memiliki tatanan sosial yang jelas dan sistem kehidupan yang tertata dengan baik. Pembagian ruang yang begitu detail memperlihatkan bahwa setiap aspek kehidupan dari aktivitas sehari-hari hingga upacara sudah dipikirkan dan disesuaikan dengan kebutuhan budaya mereka.

Dari susunan bangunan hingga ukiran, dari pintu hingga ruang, seluruh unsur Rumah Kajang Lako menyimpan nilai-nilai penting yang dipengaruhi oleh Islam dan budaya Melayu. Nilai-nilai keagamaan, adat, dan budaya dijalin menjadi satu kesatuan yang tercermin jelas dari cara rumah dibangun, digunakan, dan diwariskan. Masyarakat pada masa lalu mengekspresikan identitas dan pandangan hidup mereka melalui bentuk rumah, dan nilai-nilai tersebut masih dapat kita lihat hingga sekarang.

BACA JUGA:Beragam Kegiatan Digelar Di Taman Budaya Jambi

Tidak hanya dalam bentuk rumah adat yang tetap dilestarikan, tetapi juga dalam kehidupan masyarakat Jambi secara umum. Penghormatan pada tamu, tata krama, pembagian peran dalam upacara, serta hubungan harmonis dengan alam adalah sebagian dari nilai yang terus dijaga. Pengaruh Islam dan budaya Melayu yang begitu menyatu dalam rumah ini menjadi bukti bahwa masyarakat Jambi hidup dalam harmoni antara budaya lokal dan ajaran agama, menciptakan tatanan sosial yang seimbang antara adat, moral, dan spiritualitas.

Jejak masa lalu yang masih dapat dilihat pada Rumah Kajang Lako menjadi bukti bahwa warisan budaya tidak pernah benar-benar hilang. Rumah ini bukan hanya bangunan, tetapi dokumen hidup yang menceritakan perjalanan masyarakat Jambi. Karena itulah Museum Siginjei ikut melestarikan dan memajang rumah adat ini, lengkap dengan interpretasi dan informasi yang membantu generasi sekarang memahami maknanya.

Melalui pelestarian ini, nilai-nilai yang terkandung dalam Rumah Kajang Lako tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga menjadi landasan untuk memahami identitas dan jati diri masyarakat Jambi. Pelestarian di museum ini juga berfungsi sebagai jembatan agar generasi muda tidak hanya melihat rumah adat sebagai benda tua, tetapi sebagai sumber pengetahuan tentang nilai hidup yang masih relevan. Dengan demikian, Rumah Kajang Lako bukan hanya peninggalan sejarah, tetapi juga pengingat bahwa nilai-nilai budaya selalu dapat hidup kembali ketika dipahami dan dijaga.

BACA JUGA:Dari Merangin, Nisa Mengedukasi Lewat Pariwisata dan Kepedulian Sosial

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: