Kupas Abiss Jambi TV, Media Penyiaran “Terkekang” Dengan Aturan, Salah Persepsi atau Regulasi?

Kupas Abiss Jambi TV, Media Penyiaran “Terkekang” Dengan Aturan, Salah Persepsi atau Regulasi?

Talkshow Kupas Abiss Jambi TV Media Menuju Pemilu Serentak 2024-adeputra-jambitv

Jambitv.co, KotaJambi – Pelaksanaan tahapan menuju Pemilu Serentak 2024 menuai kisruh dengan sejumlah aturan yang terkesan mengekang kebebasan pers. Lewat program Live Talkshow Kupas Abiss Jambi TV pada Jum’at Malam, 18 Agustus 2023. Jambi TV menghadirkan 6 narasumber untuk membedah persoalan ini.

 

Dengan tema “Media Menuju Pemilu, Apa yang Boleh dan Tak Boleh?” Program Kupas Abiss Jambi TV menghadirkan 6 narasumber, yaitu Yoyok Sunaryo sebagai Manager Program D’Radio. David Mursal Pimpinan Perusahaan Jambi TV. Nalom Siadari Wartawan Senior Jambi yang juga Pengurus Harian PWI Provinsi Jambi. Kemas Alfajri Arsyad  Komisioner KPID Jambi. Suparmin Komisioner KPU Provinsi Jambi. dan Ari Juniarman Komisioner Bawaslu Provinsi Jambi.

 

Persoalan ini bermula dari surat panggilan KPID terhadap sejumlah lembaga penyiaran, yang meminta klarifikasi karena menyiarkan kegiatan sosialisasi Bakal Calon Legislatif (Bacaleg). 

 

Yoyok Sunaryo, Manager Program D’Radio yang mendapatkan surat tertanggal 9 Juni 2023 tersebut, diminta melakukan klarifikasi kepada KPID. Karena merasa tidak pernah melakukan pelanggaran, Yoyok mengaku tidak dapat menerima keputusan pemanggilan KPID tersebut. Ternyata, hal serupa juga dialami sejumlah media penyiaran lainnya. 

 

“Tertanggal 9 Juni kami mendapat surat panggilan klarifikasi dari KPID Jambi. Setelah saya buka PKPI, ternyata klarifikasi ini dapat berujung pada sanksi, tentu kami kaget. Kami diminta klarifikasi atas penayangan iklan Bacaleg. Dalam klarifikasi tersebut kami bingung, karena kami tidak ada iklan Bacaleg, akhirnya pertemuan tersebut menjadi diskusi. Melalui diskusi malam ini kami ingin tahu aturan mainnya seperti apa,” ujar Yoyok pada acara yang dipandu host Jambi TV, Mukhtadi putranusa.

 

Menyikapi tema yang diperbincangkan, Pimpinan Perusahaan Jambi TV, David Mursal juga mengungkapkan keresahannya. Menurut David, sejak adanya aturan-aturan baru dalam penyiaran tentang pemilu ini, Televisi menjadi tidak kreatif karena dibatasi dengan sejumlah aturan. 

 

“Kami lembaga penyiaran resah, dulunya Pemilu ini bagi Televisi dan Media itu adalah sebenar-benarnya pesta rakyat, dan ini dirayakan dengan suka ria dengan kegembiraan yang luar biasa. Tetapi yang terjadi saat ini, sejak adanya aturan baru dan aturan ada gugus tugas dalam pengawasan pemilu, yang dalam pembentukan itu mengatur berbagai peraturan kepada media. Jujur kami para pelaku media seperti habis kreatifitas kami untuk membuat berbagai inovasi untuk menyambut pesta pemilu yang sudah di depan mata ini,” turut David Mursal.

 

Bahkan David Mursal juga mempertanyakan, kenapa para Bacaleg caleg belum ditetapkan sebagai peserta pemilu, tetapi aturannya telah lebih dulu diberlakukan kepada Media Penyiaran.

 

“Apalagi melihat era disrupsi digital saat sekarang ini, kalau di TV katanya tidak boleh tetapi di Medsos wah itu luar biasa, para Calon Legislatif, Calon Walikota dan lainnya. Tetapi di TV kami memang harus patuh terhadap P3SPS dan sampai hari ini Lembaga Penyiaran Jambi TV sangat mematuhi hal-hal tersebut. Tapi jujur kami di lembaga penyiaran ada kekhawatiran dalam menyikapi pemilu ini, apalagi menghadapi pemilihan kepala daerah ini, Pilkada bisa dikatakan belum dimulai tahapannya, tetapi para calon kepala daerah yang mau muncul di TV menjadi ragu, apakah boleh kami beriklan? Apakah boleh kami membuat program TV? Bersosialisasi di TV?. Nah itulah hal-hal yang menghambat kreatifitas kami untuk ikut mensukseskan Pemilu 2024 ini,” tandas David.

 

Sementara itu, dari kacamata Pers, Narasumber dari wartawan senior Jambi yang saat ini menjabat pengurus harian PWI Provinsi Jambi, Nalom Siadari memaparkan, dirinya merasa miris dengan kondisi yang terjadi. Menurut Nalom, tidak seharusnya ada pembatasan dalam pemberitaan pemilu. Justru sebaliknya, media harus gencar memberitakan peserta pemilu, agar masyarakat dari jauh-jauh hari mengetahui siapa yang akan dipilihnya.

 

“Mendengar keluhan dari lembaga penyiaran ini kita prihatin. Didalam sistem keterbukaan informasi itu tidak ada yang perlu ditakutkan. Apa yang perlu ditakutkan? Lebih awal seseorang calon untuk tampil arena publik, maka lebih tahu masyarakat menilainya. Jadi itu aturan yang tak perlu itu. Masyarakat harus tahu, oh ini loh calon DPR RI, ini Calon DPRD, ini Calon Gubernur, supaya tahu dari sekarang. Mana tahu manusianya bejat? Orang akan menilai bukan menuduh,” tegas Nalom Siadari.

 

Selain itu, menurut Nalom, informasi tentang Pemilu bukanlah jenis informasi yang dikecualikan di dalam Undang-Undang. Maka, Nalom meminta media terus saja memberitakan tentang pemilu dan peserta pemilu.

 

“Tetapi dalam sistem keterbukaan informasi sesuai dengan Undang Undang nomor 14 tahun 2008 aturan itu sudah tidak fair lah, tidak sesuai dengan Undang Undang itu. Terkecuali informasi itu yang dikecualikan. Contohnya informasi sistem pertahanan negara, itu informasi yang dikecualikan, tidak boleh diliput. Sistem keuangan negara tidak boleh. Yang menyangkut informasi yang dikecualikan ya tidak boleh,” jelas Nalom.

 

Bahkan dengan tegas Nalom mengatakan, Media jangan takut untuk memberitakan dan mensosialisasikan tentang Pemilu dan Peserta pemilu ini. Pers dalam menjalankan tugas dilindungi Undang Undang Pers. Selain itu, di era keterbukaan infomasi publik ini, media juga jangan takut selagi masih berpegang teguh dengan kode etik jurnalistik dan naluri yang baik.

 

“Tetapi kalau ini pemilu, apa yang mau ditakutkan? Silahkan aja, media juga monggo aja. Undang Undang apa nanti yang dilanggar ketika maju di pengadilan, Undang-undang apa? Kalau hanya aturan jangan melanggar Undang-undang yang di atas. Jadi kalau teman-teman media, harus berani dong, kenapa pula takut dengan itu. Untuk apa Undang Undang nomor 14 itu dibentuk. Dan saya yakin, rekan-rekan wartawan itu kan sudah terdidik dengan Kode Etik Jurnalistik. Jadi tidak masuk akal itu. Undang undang nomor 40 tentang pokok pers itu dilindungi tugas kita ini. Informasi itu harus tahu semua masyarakat, seseorang yang mau jadi kepala daerah ini harus jelas kita. Mana mau lah kita memilih seseorang seperti kata orang Palembang seperti “beli kucing dalam karung”. Janganlah terjadi di negara kita ini. Ini adalah era keterbukaan informasi publik. Sebagai wartawan kita harus punya naluri pantas tidaknya suatu informasi itu kita beritakan. Kalau masih pantas Go Away ajalah, ngak usah takut-takutlah,” pungkas Nalom.

 

Merespon kegelisahan dan keresahan Media Penyiaran ini, Komisioner KPID Jambi, Kemas Alfajri Arsyad menjelaskan, bahwa KPID bekerja sesuai dengan regulasi yang ada. Kemas Alfajri juga menjelaskan bahwa media penyiaran harus bersikap Adil, Berimbang, Profesional, Proporsional dan Bertanggung Jawab terhadap kegiatan penyiarannya.

 

“Kami di KPID khusus mengawasi di Media di bidang Penyiaran, kalau media diluar penyiaran memang bukan ranah KPID. Kami tidak pernah melarang, kami tidak pernah memberikan sanksi kepada lembaga-lembaga penyiaran terkait dengan pemberitaan terhadap iklan kampanye maupun sosialisasi bakal calon, karena kita kan tahu calon itu belum ada, karena memang tahapannya itu belum di mulai. Tetapi ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh teman-teman media penyiaran. Lembaga penyiaran itu wajib, pertama menyiarkan kepada seluruh peserta pemilu baik lembaga yang menjadi Partai Politik maupun personal dari  calon-calon peserta pemilu tersebut. Kedua, lembaga penyiaran juga wajib berlaku adil, seimbang, profesional, proporsional dan tentunya bertanggung jawab terhadap isi siaran tersebut. Ketiga, lembaga penyiaran tidak boleh menerima dari peserta pemilu itu untuk menyiarkan. Tidak boleh menyiarkan yang dibiayai oleh baik dari peserta maupun dari lembaga politiknya. Kemudian terakhir, lembaga penyiaran harus taat pada peraturan-peraturan yang ada di dalam perundang-undangan,” jelas Kemas Alfajri Arsyad.

 

Terkait surat panggilan kepada sejumlah media penyiaran, Kemas Alfajri mengatakan, bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari langkah pencegahan. Agar Media penyiaran tidak melakukan kesalahan yang berujung pada tindak pidana.

 

“Kami berupaya supaya tindakan ini belum terlalu jauh, kami mengambil tindakan pencegahan. Karena KPID itu lebih kepada tindakan-tindakan preventif, karena kita tahu ada Undang-undang ITE. Karena berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah pak, di Jambi karena ada pemilu yang katanya ada pesta demokratis tadi, itu ada teman kita yang masuk penjara pak. Masuk pada ranah-ranah pidana. Karena apa? Karena pemilu pak. Kami dari KPID tidak ingin lagi kemudian terjadi hal-hal yang seperti itu,” papar Kemas Alfajri.

 

Merespon ketidak sepahaman persepsi antara Pers dan KPID ini, Komisioner KPU Provinsi Jambi Suparmin menjelaskan regulasi yang diberlakukan penyelenggara, terkait aturan main tentang pemberitaan dan kampanye. Suparmin menegaskan, bahwa saat ini belum masuk Masa Kampanye dan Belum ada Daftar Calon Tetap (DCT) yang diatur KPU, maka dari itu belum ada aturan yang mengikat terhadap pelaksanaan sosialisasi dan kampanye di Media Penyiaran tersebut.

 

“Hari ini 18 Agustus 2023 tahapan kita masih dalam tahapan penetapan DCS. Saya sepakat pemilu ini kita sambut dengan gembira, kami juga mengharapkan seluruh masyarakat menyambut itu. Terkait tadi masalah pemberitaan atau penayangan apakah itu diduga iklan dan sebagainya, dalam regulasi di Undang Undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu, itu jelas ditegaskan larangan-larangan itu diatur terkait dalam tahapan kampanye. Saat ini memang ada kekosongan regulasi terkait dengan pengaturan ketika menjelang tahapan kampanye. Tahapan kampanye kita itu, baru akan dimulai pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024, atau kurang lebih 75 hari. Disanalah baru berlaku terkait larangan-larangan, terkait aturan-aturan terkait penyiaran yang ada di pasal 287 sampai 297 Undang Undang 7/2017. Ada 10 pasal yang mengatur terkait pemberitaan, terkait penyiaran, diatur dengan jelas dan tegas. Termasuk disana ada kewenangan dari teman-teman KPI Pusat dan juga Dewan Pers untuk mengawasi pelaksanaan pemberitaan, penyiaran, iklan kampanye di media massa elektronik dan juga di media cetak,” beber Suparmin.

 

Bahkan Suparmin secara tegas dan lugas, menurut Regulasi, para bakal calon justru dianjurkan untuk melakukan sosialisasi, baik secara langsung ataupun melalui media massa. Namun dengan catatan, tidak boleh ada ajakan untuk memilih salah satu partai atau bacaleg.

 

“Kalau sekarang ini memang kita belum ada kampanye. Tetapi di PKPU nomor 15 tahun 2023, yang mengatur kampanye dan pemilihan umum, di pasal 79 diatur tentang bahwasanya peserta pemilu atau partai politik boleh melakukan sosialisasi dan pendidikan politik. Jadi mereka boleh sosialisasi sepanjang tidak ada ajakan untuk memilih.  Jadi ini ruang ketika partai politik ditetapkan pada Desember lalu, sampai nanti masa kampanye di 28 November 2023, itu adalah ruang partai politik untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan politik. Tetapi konsepnya tidak boleh ada ajakan untuk memilih, karena memang belum pada masa kampanye. Kemudian di pasal 79 ayat 4 itu, PKPU 15 tahun 2023, secara tegas juga disebutkan, sosialisasi itu dilarang mengungkapkan citra diri, identitas,ciri-ciri khusus dan karakteristik partai politik dengan beberapa metode. Pertama, penyebaran bahan kampanye kepada umum. Kedua, pemasangan APK di tempat umum. Ketiga, di media sosial. Di dalam regulasi ini juga tidak ada diatur terkait penyiaran di media massa maupun cetak. Karena memang kita saatnya belum ada iklan kampanye,” timpal Suparmin.

 

Senada dengan Suparmin, Komisioner Bawaslu Provinsi Jambi, Ari Juniarman menjelaskan, kenapa media tidak sebebas dulu, karena memang ada regulasi yang telah dibuat. Namun Ari menegaskan, prinsipnya aturan pemilu secara hukum baru dapat berlaku ketika sudah masuk tahapan masa kampanye bulan November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Artinya, terkait perdebatan Media Penyiaran dan KPID, pihak Bawaslu hanya bisa memberikan himbauan, karena memang terjadi kekosongan regulasi sebelum masuk masa tahapan kampanye.

 

“Sekarangkan memang di masyarakat masih bingung, terkait iklan di Media Sosial, di Televisi dan sebagainya itu seperti apa. Kami akui bahwa, kuncinya adalah regulasi ini bisa hidup kalau sudah ada penetapan calon, dalam hal ini kalau konteksnya calon DPD nanti pada bulan November ditetapkan sebagai Calon Tetap. Baru kemudian bisa hiduplah semua pasal-pasal larangan dan sebagainya itu. Bagaimana kalau sebelum DCT? Nah memang ini sifatnya lebih kepada etika. Jadi kalau sebelum DCT itu sangat tidak bisa bicara hukum. Kita hanya bicara etika, makanya Bawaslu menghimbau, walaupun sebagian orang menganggap tidak tegas, tidak adil dan sebagainya. Karena memang secara normatif bahwa terjadi kekosongan hukum, terjadi ambiguitas dalam pasal-pasalnya. Ada larangan misalnya tidak boleh pasang APK yang ada ajakan seperti yang kita lihat di jalan-jalan sekarang ini, padahal kalau kita tafsirkan ada foto-foto dan sebagainya itu adalah bagian dari APK. Makanya Bawaslu secara etika menghimbau, sebelum ditetapkan peserta pemilu sebagai DCT pada bulan November, diharapkan janganlah melakukan kegiatan-kegiatan yang menyerupai kegiatan kampanye. Karena memang masanya itu belum mulai,” papar Ari Juniarman.

 

“Kalau saya klasifikasikan sekarang ini ada 2, pertama kampanye diluar masa kampanye dan ini yang agak susah kita menindak. Kalau nanti pada 28 November sampai 10 Februari 2024 itu memang masanya kampanye dan 21 hari masa iklan kampanye, nah kalau diluar 21 hari itu, nah itu namanya kampanye diluar jadwal, nah itu yang kemudian bisa mengikat dengan aturan main kita. Tetapi kalau sekarang memang kita menghimbau secara etika, bahwa kampanye itu belum masanya, itu nanti setelah DCT. Dalam PKPU 15 tahun 2023 itu asalkan jangan ada ajakan, ajakan itu seperti “jangan lupa pilih saya ya”. Artinya selain itu, ya silahkan,” pungkas Ari.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: