Tenaga Ahli Gubernur Jambi Jangan Melampaui Kewenangan
--
Oleh : Noviardi Ferzi
Jambi - Sedikit lucu melihat TAG Jambi yang terkesan mendikte OPD dalam hal program, kesimpulan ini menjadi sorotan setelah rapat maraton di Dinas Kesehatan yang membahas program quick wins, namun bukannya mempercepat langkah teknis, kehadiran tenaga ahli justru memunculkan kekhawatiran baru di lingkungan birokrasi.
Sejumlah pejabat menilai peran TAG semakin jauh melampaui batas kewenangannya. Masukan yang seharusnya bersifat rekomendatif kini dirasakan berubah menjadi arahan yang sifatnya mengikat, sehingga seolah-olah TAG berada dalam posisi “mengendalikan” dinas teknis, bukan mendampingi. Situasi ini menjadi sinyal adanya tumpang tindih kewenangan yang berpotensi mengganggu tata kelola pemerintahan yang sudah memiliki struktur jelas.
Kritik ini semakin menguat ketika dikaitkan dengan kebijakan pemerintah pusat. Sepanjang 2024 hingga awal 2025, Menpan RB dan BKN menegaskan larangan bagi kepala daerah terpilih untuk mengangkat tenaga ahli dan staf khusus setelah pelantikan. Kepala BKN, Zudan Arif Fakhrulloh, secara gamblang menyatakan bahwa pengangkatan tenaga ahli—baik yang melekat pada kepala daerah maupun yang ditempelkan di OPD—harus dihentikan demi efisiensi anggaran dan penataan pegawai non-ASN sebagai prioritas nasional. Meski tidak ada aturan baru yang secara spesifik menyebut “tenaga ahli gubernur”, pesan pusat sangat jelas: pembentukan dan perluasan tim ahli di daerah kini diawasi ketat dan tidak boleh melanggar prinsip efektivitas birokrasi.
Dalam konteks Jambi, memang benar TAG dibentuk berdasarkan Pergub 35/2024, tetapi aturan daerah bukan berarti memberikan otoritas tanpa batas. Ketika TAG hadir intensif dalam rapat teknis dan suaranya menjadi dominan dalam penentuan arah kebijakan kesehatan, maka fungsi dinas teknis sebagai pemegang otoritas formal menjadi tereduksi. Dunia kesehatan sangat bergantung pada presisi analisis teknis, sehingga peran tenaga ahli yang terlalu dalam justru berpotensi menggeser fokus dari kebutuhan masyarakat menuju agenda yang tidak sepenuhnya berbasis data lapangan.
Publik pun mulai mempertanyakan efektivitas dan urgensi TAG, terlebih jika beban anggaran untuk tim ahli meningkat tanpa diikuti kontribusi yang terukur. Pertanyaan yang kini muncul: apakah TAG hadir untuk memperkuat kerja pemerintah, atau justru menjadi struktur paralel yang mengacaukan ritme OPD?
Oleh karena itu, kebijakan Menpan RB menjadi rambu penting yang perlu diperhatikan Pemprov Jambi. Penguatan kembali batas peran TAG mutlak diperlukan agar tidak menimbulkan kesan “pemerintah bayangan” di luar struktur resmi. TAG harus kembali pada fungsinya sebagai penasihat profesional, bukan pihak yang mendikte arah teknis. Dengan penataan yang lebih tegas, transparan, dan akuntabel, pemerintah daerah dapat memastikan bahwa percepatan program benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat, bukan sekadar mengikuti dinamika tenaga ahli yang tidak sepenuhnya memiliki mandat struktural.
(Dr. Noviardi Ferzi adalah: pengamat pemerintahan dan kebijakan publik)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: