Erosi kepercayaan publik yang memicu ketidakpatuhan pajak, apatisme politik, dan radikalisasi sosial.
Kerusakan tata kelola negara yang memicu talenta terbaik memilih keluar dari sistem.
Kalau dulu maling masuk penjara karena tertangkap basah, sekarang maling bisa masuk ruang rapat pemerintah, duduk di kursi empuk, bahkan dipanggil “Yang Terhormat”. Caranya? Gampang: ubah definisi korupsi, buat semua pencurian yang kamu lakukan terdengar seperti “strategi pembangunan”.
Penutup
Korupsi adalah Pengkhianatan, Bukan Sekadar Kejahatan Keuangan.
Jika kita tetap berpegang pada definisi lama, maka korupsi akan terus bermetamorfosis, menemukan celah-celah legalitas untuk bertahan. Redefinisi korupsi adalah langkah mendesak agar negara tidak sekadar menghukum pencuri uang, tetapi juga menghukum pencuri masa depan rakyat.
Seperti kata pepatah lama: bangsa bisa jatuh karena senjata musuh, tetapi ia akan hancur dari dalam karena korupsi.
Kalau mau, saya bisa lanjutkan dengan versi satir yang lebih menusuk dan memparodikan kondisi korupsi di Indonesia, supaya artikelnya punya double impact, serius tapi menggelitik nurani.
(Benz Jono Hartono, Praktisi Media Massa di Jakarta)