Media Dituntut Tayangkan Semua Peserta Pemilu Agar “Berimbang”, Nalom: Itu Tidak Masuk Akal, Pers Jangan Takut

Senin 21-08-2023,15:30 WIB
Reporter : Ade Putra
Editor : Ade Putra

Jambitv.co, Jambi – Media Penyiaran dituntut untuk “Berimbang, Adil dan Bertanggung Jawab” dalam menyiarkan pemberitaan dan sosialisasi peserta Pemilu. Kata ‘berimbang’ yang sangat lekat dengan dunia pers ini kemudian di sadur oleh aturan Pemilu, dengan menggunakan makna yang berbeda. Media Penyiaran dituntut berimbang kepada semua peserta pemilu. Artinya harus memberitakan semua Partai Politik dan Semua Caleg yang ada. 

 

Hal ini disampaikan Komisioner KPID Provinsi Jambi, Kemas Alfajri Arsyad, dalam talkshow Kupas Abiss Jambi TV dengan tema “Media Menuju Pemilu, Apa yang boleh dan tak boleh?”, yang diselenggarakan pada Jum’at malam secara live, 18 Agustus 2023.

BACA JUGA:Kupas Abiss Jambi TV, Media Penyiaran “Terkekang” Dengan Aturan, Salah Persepsi atau Regulasi?

“Kalau dari KPID kami berpedoman pada 3 hal, pertama terkait dengan pemberitaan, kami harus melihat bahwa siaran itu harus berimbang. Kita tahu besok ada 18 partai politik yang menjadi peserta pemilu, itu memang menurut undang-undangnya, itu harus di sosialisasikan dan itu mesti sama, porsinya mesti sama. Tugas KPID ada dua pak terkait penyiaran itu sendiri, pertama durasi mesti sama pak, kalau partai A sehari dapat jatah 5 menit, yang partai B juga harus 5 menit pak. Kalau partai A itu misalnya di sosialisasinya masalah inflasi misalnya, yang B juga mestinya masalaah inflasi juga pertanyaannya. Jadi sama berimbang dan adil, itu pemahamannya. Dan yang terakhir, terkait dengan slot durasi, slotnya itu sehari untuk di TV hanya 30 detik pak, dibatasi waktunya hanya 30 detik, kemudian untuk di Radio 60 detik. Jadi memang pada intinya kami tidak berusaha mematikan kreatifitas pak, tetapi lebih kepada, pertama tindakan preventif, kedua kami ingin menjaga marwah dari lembaga penyiaran yang kami awasi,” ujar Kemas Alfajri Arsyad dalam talkshow bersama 5 Narasumber lainnya.

 

Lebih lanjut Kemas Alfajri juga menjelaskan tentang konsep keadilan yang menurutnya harus diberlakukan pada pelaksanaan pemilu ini.

“Kalau kami dari KPID kami tetap menganut pada regulasi yang sudah diatur di dalam perundang-undangan. Terkait pertanyaan kata berimbang, itu merupakan satu kesatuan. Adil, berimbang, profesional dan bertanggung jawab. Nah dari kata adil kita tahu, contohnya begini. Pak nalom dapat rokok sebatang saya 5 batang itu ngak adil pak. Tetapi kalau saya dapat rokok 10 batang, pak Nalom 10 batang rasa-rasanya itu sangat adil. Saya mau kasih contoh yang sederhana-sederhana saja. Lalu berimbang, saya fikir itu pemahamannya mirip-mirip juga, artinya kalau kita kaitkan dengan pemilu, kita bicara tentang peserta pemilu itu sendiri. Kalau ada 18 partai politik yang ada di Provinsi Jambi, memang regulasinya mengatur seperti itu,” tegas Kemas Alfajri.

 

Namun pemahaman KPID tersebut bertentangan dengan pandangan Nalom Siadari, Wartawan senior Jambi yang juga Pengurus Harian PWI Provinsi Jambi. Menurut Nalom, konsep Berimbang yang diberlakukan dalam pemberitaan peserta pemilu tersebut tidak masuk akal. Karena makna dan pengertiannya berbeda dengan Berimbang yang dipakai dalam dunia Pers.

“Kata berimbang itu sebenarnya ada ketika ada pemberitaan yang menyangkut kasus. Ketika suatu fakta yang kita tuliskan, hanya menyudutkan satu pihak maka perlu ada cek and ricek terhadap berita itu. Jadi tidak berimbang seperti apa yang dikatakan oleh rekan tadi. Berimbang dalam hal apa? Ini bersaing. Mau jadi DPR orang bersaing, berimbang seperti apa? Jangan terobsesi dari berita kasus di media massa seperti itu. Mau berimbang, dana kampanye masing-masing partai punya sendiri-sendiri. Kekayaan masing-masing caleg punya sendiri-sendiri. Mau berimbang seperti apa? Jadi itukan tidak masuk akal. Ketika orang masuk ke dalam media, maka butuh biaya. Tidak usah ke media pemerintah juga apalagi swasta. Swasta itu hidup dari kemampuan sendiri, biaya sendiri, upaya sendiri, kreatifitas sendiri, untuk dia hidup. Jadi tidak perlu pembatasan seperti itu. Kata berimbang itu dalam penyelenggaraan pemilu legislatif dengan pemilu presiden nanti apakah sama? Kan tidak. Jadi jangan disamakan lah,” tegas Nalom Siadari. 

 

Nalom meminta, baik KPID maupun Penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu tidak menyamakan kata Berimbang Pers dengan kata Berimbang yang dipakai untuk aturan Pemilu. 

 

“Kata berimbang dalam pemberitaan adalah ketika itu suatu kasus, tanpa mericek dari kebenaran dari berita itu. Atau si wartawan, cenderung dia tendensius, berpihak, atau dia berpraduga nah itu baru namanya tidak berimbang. Contohnya begini, kalau saya memberitakan Mall ini terus, Mall ini terus, itukan karena biaya. Apakah saya harus memberitakan Mall lain? Kan tidak. Itu kata berimbang disitu tidak boleh disamakan. Jadi kata berimbang, di dalam pemberitaan tidak bisa disamakan terhadap penyelenggara pemilu. Pemilu itu adalah pesta demokrasi, pemilu itu adalah pesertanya partai politik. Pemilu itu adalah calon-calon legislatif, pemilu itu adalah calon-calon pemimpin. Jadi tidak mungkin, kata berimbang itu disamakan dengan berita,” tambah Nalom.

 

Sementara itu, Komisioner KPU Provinsi Jambi, Suparmin menjelaskan tentang pemaknaan Berimbang dan Keadilan tersebut menurut Regulasi pemilu. Media cukup memberikan ruang atau spase yang sama kepada semua calon peserta pemilu. Namun jika peserta pemilu yang tidak datang saat di undang, atau tidak ada kegiatan untuk diberitakan, menurut Suparmin itu sudah bagian dari usaha yang dilakukan Media untuk memenuhi Keberimbangan tersebut.

“Di dalam regulasi, di dalam PKPU 15 tahun 2023 yang mengatur soal kampanye pemilu. Kampanye itu ada banyak cara, ada yang tatap muka, ada melalui media massa, ada melalui rapat umum, ada melalui penyebaran bahan kampanye, pemasangan APK dan lainnya. Jadi ketika terkait pemberitaan dan penyiaran, di pasal 57 jelas, dalam hal pemberitaan dan penyiaran kegiatan kampanye pemilu peserta pemilu, lembaga penyiaran ini harus memberikan alokasi waktu yang sama dan memberlakukan secara berimbang,” jelas Suparmin.

 

“Jadi konteks menurut KPU, posisi yang diberikan itu adalah waktunya yang sama, tetapi dalam tahapan kampanye pemilu. Supaya azas keadilan, agar kampanye ini tidak hanya dimanfaatkan oleh mereka atau partai politik yang punya dana besar, yang punya kemampuan logistik yang besar, sehingga dia bisa memonopoli semua spase kegiatan kampanye. Apalagi ruang penyiaran ini kan ruang publik, sehingga ini lebih mengarah kepada berimbangnya ruang porsi yang diberikan. Tetapi ini kan tergantung partai juga, ketika partai tidak pernah hadir di undang, ketika partai tidak punya kegiatan, ya bagaimana teman-teman media memberitakan. Bagaimana teman-teman media mau memberitakan kalau dia tidak memiliki kegiatan atau aktivitas. Tapi yang penting, teman-teman media sudah berusaha meniatkan untuk menyiapkan spot, menyiapkan alokasi waktu yang sama. Kalau masalah iklan ini wilayah yang agak sulit, kalau dulu memang dibebaskan, dulu setiap pasangan calon, partai politik, semuanya itu bebas. Tetapi kalau sekarang tidak, supaya berkeadilan, supaya semuanya merata, maka difasilitasi lah kampanye itu terkait iklan, di media massa dan APK itu melalui anggaran APBN dan APBD, dan untuk pemilu nanti APBN itu kami yang akan memfasilitasinya, supaya semuanya berkeadilan. Tetapi konteks yang kami fasilitasi adalah konteks peserta Partai Politik, bukan Caleg. Kalau Caleg banyak, ampun kita. Setidak-tidaknya, itu sudah jadi upaya dari pembuat Undang Undang menata regulasi supaya tidak ada lagi protes, tidak ada lagi kecemburuan partai-partai yang logistiknya lemah, tidak bisa dapat iklan kampanye. Tetapi produksinya di partai, kita hanya menyiarkan dengan block time dan waktu yang adil dan berimbang,” pungkas Suparmin.

 

Kategori :