KOTAJAMBI, JAMBITV.CO — Museum Siginjei menyimpan hampir 8000 koleksi bersejarah. Namun diantara ribuan artefak itu, ada satu benda yang dianggap paling penting dalam sejarah perjuangan di Jambi dan Sumatera, yaitu mesin cetak uang dari Desa Rantau Ikil, Kabupaten Bungo. Mesin inilah yang digunakan untuk mencetak uang ORIPS (Oeang Republik Indonesia Provinsi Sumatera) pada masa Agresi Militer Belanda, ketika Republik harus bertahan dalam kondisi darurat dan membutuhkan alat tukar resmi untuk menggerakkan roda ekonomi masyarakat.
Mesin yang kini dipajang di ruang koleksi sejarah Museum Siginjei itu tampak sederhana, berwarna kusam, dengan beberapa bagian yang sudah tidak lengkap. Namun dibalik bentuknya yang tua, tersimpan perjalanan panjang yang tidak hanya terkait dengan fungsi pencetakan uang, tetapi juga kisah perpindahan, penyelamatan, penyamaran, dan strategi bertahan hidup di tengah konflik bersenjata. Data Museum Siginjei mencatat bahwa dari total 7.893 koleksi, mesin cetak uang ini adalah salah satu artefak yang paling sering ditanyakan pengunjung, karena karakter sejarahnya yang unik dan keberadaannya yang langka di Indonesia. BACA JUGA:Penemuan Tulang Berukuran Besar Ditemukan Di Tanjab Barat Sebelum berada di Jambi, mesin ini disebut pernah berada di Singapura, kemudian berpindah ke Muara Bungo. Pada masa awal kemerdekaan, pemerintah darurat Republik membutuhkan sarana untuk mencetak uang sebagai alat tukar resmi di wilayah Sumatera. Pergerakan ekonomi tidak boleh terhenti meskipun Belanda terus melakukan tekanan militer. Karena itu, mesin cetak ini menjadi aset yang sangat penting. Untuk mengamankan mesin, para pejuang memindahkannya ke berbagai lokasi agar tidak terlacak oleh pasukan Belanda. Akhirnya, mesin tersebut diamankan di Desa Rantau Ikil, sebuah lokasi yang dianggap cukup jauh dari pusat operasi militer Belanda sehingga relatif aman untuk menjalankan kegiatan percetakan rahasia. Pemilihan desa kecil ini bukan tanpa alasan wilayahnya terpencil, aksesnya terbatas, dan masyarakatnya mendukung penuh keberadaan pemerintahan republik. Pada masa perang kemerdekaan, mesin cetak dan mesin pemotong uang bahkan harus diletakkan di atas truk agar dapat dipindahkan dengan cepat bila situasi memburuk. Ketika ada tanda-tanda pergerakan musuh, mesin segera dipindahkan ke lokasi baru untuk menghindari penangkapan atau perusakan. BACA JUGA:Penemuan Tulang Ukuran Besar Hebohkan Warga Tanjab Barat Menurut catatan sejarah yang ada di Museum Siginjei, mesin ini mulai dirangkai pada Januari 1949. Setelah diuji dan dipersiapkan, mesin tersebut resmi difungsikan pada 19 Maret 1949, berdasarkan Instruksi Menteri Keuangan PDRI Nomor 273. Momen ini menjadi titik penting dalam sejarah keuangan Sumatera, karena dari sinilah lahir uang ORIPS yang menjadi alat tukar masyarakat setempat. Mesin tersebut mencetak uang dengan nominal Rp10,00 Rp25,00, Rp50,00 dan Rp 100,00 menggunakan kertas yang pada umumnya berwarna putih kemerahan. Proses pencetakannya masih manual dan sederhana, namun tetap mengikuti standar keamanan pada masa itu. Bahkan pemberian nomor seri dilakukan menggunakan mesin numerator yang sampai sekarang masih menjadi bagian dari koleksi museum. Selama masa operasinya, mesin ini telah mencetak uang dengan total nilai Rp 42.750.000,00 (Empat puluh dua juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), angka yang sangat besar pada masa itu, dan memberikan kontribusi langsung terhadap keberlangsungan roda ekonomi daerah yang masih berjuang mempertahankan kemerdekaan. Setelah puluhan tahun berada di Rantau Ikil, mesin ini akhirnya dihibahkan oleh Pemerintah Provinsi Jambi pada tahun 1987, pada masa kepemimpinan Gubernur Masjchun Sofwan, S.H. Mesin didatangkan ke Museum Negeri Jambi (kini Museum Siginjei) dalam kondisi yang hampir sama seperti saat ini. Beberapa komponen memang sudah hilang, terutama pada mesin pemotong uang yang turut menjadi bagian dari hibah tersebut. Namun kondisi itu tidak mengurangi nilai sejarahnya. Di salah satu bagian mesin, terdapat nomor registrasi bertuliskan Machinery 28 Coehraue Street Hongkong, serta rangkaian huruf Cina yang menandakan asal pembuatan atau distribusi mesin tersebut. Informasi ini menjadi salah satu petunjuk penting mengenai jalur perolehan mesin yang sebelumnya tidak banyak diketahui. Jumri, pengelola koleksi Museum Siginjei, mengatakan bahwa mesin cetak ini menjadi salah satu koleksi yang paling sering dipelajari oleh peneliti, mahasiswa, hingga siswa sekolah. Selain memperlihatkan bentuk fisik alat pencetak uang masa perang, koleksi ini juga memberi gambaran langsung tentang kondisi keuangan dan strategi logistik pada masa konflik. “Koleksi yang berada di Museum Siginjei sekarang berada di angka berjumlah 7.893. Dari 7.893 bisa diklasifikasikan menjadi 10 kelompok. Salah satunya yaitu kelompok mesin pencetak uang yang dapat diklasifikasikan di Museum kita. Mesin pencetak uang ini berasal dari rantau ikil, Muara Bungo. Saat itu ada kerjasama dari Kepala Museum dengan pemerintah Provinsi Jambi untuk mendatangkan mesin pencetak uang ini,” ujarnya. “Di mana mesin pencetak uang ini berasal dari Desa rantau ikil saat akan didatangkan ke museum tentu masyarakat di sana meminta timbal balik atau ganti rugi. Pada saat itu informasi yang saya dapat ganti rugi dalam bentuk pembuatan jembatan yang berada di Desa Rantau Ikil. Mesin pencetak uang ini juga berpindah-pindah yang berawal dari Singapura, pernah di Muara Bungo dan kondisi darurat pada saat itu agresi militer Belanda pencetak uang ini dipindahkan ke bagian dalam Muara Bungo yaitu di desa rantau ikil,” lanjutnya. “Jumlah nilai-nilai uang yang pernah dicetak oleh mesin pencetak uang ini adalah 250 dan 10 rupiah. Pada tahun agresi Belanda yaitu 1948 kita diizinkan oleh pemerintah pusat untuk mencetak uang dan uang itu bernama Uang Orips, Orips itu adalah singkatan Oeang Republik Indonesia Provinsi Sumatera. Yang pada saat itu pernah kita cetak di rantau ikil. Pada masa itu uang yang kita cetak berupa uang kertas. Ada juga yang namanya numerator itu fungsinya ketika Uang sudah berhasil kita cetak lalu diberi stempel nomor seri. Kemudian jenis warna uang pada zaman masa agresi Belanda itu berwarna putih kemerahan,” jelasnya. Dirinya menambahkan, “Untuk nilai edukatif itu banyak yang bisa disampaikan dari mesin pencetak uang ini, Salah satunya yaitu adik-adik yang sudah meneliti mesin pencetak uang ini, dia lebih mengetahui bagaimana bentuk uang-uang Orips pada masa agresi Belanda itu. Jenis warna yang seperti apa jumlahnya berapa. Kemudian dapat mengetahui bagaimana proses mesin ini berpindah-pindah ini salah satu nilai edukatif yang dapat diambil dari mesin pencetak uang ini." Ujar Jumri. Ia juga menjelaskan bahwa dengan menampilkan koleksi ini, museum ingin menunjukkan bahwa sejarah uang Indonesia tidak hanya terjadi di pusat pemerintahan, tetapi juga di daerah-daerah yang menjadi basis perjuangan. Uang ORIPS adalah salah satu bukti bahwa Jambi dan Sumatera memiliki peran penting dalam menopang ekonomi republik ketika pusat pemerintahan sedang diserang. Kini, mesin cetak uang dari Rantau Ikil berdiri sebagai saksi bisu dari perjuangan bangsa. Mesin itu bukan hanya benda tua, tetapi sebuah pengingat bahwa kemerdekaan dan stabilitas ekonomi tidak datang dengan sendirinya. Ada kerja keras, strategi, dan upaya penyelamatan yang dilakukan oleh masyarakat dan para pejuang agar republik tetap bertahan. Melalui koleksi ini, Museum Siginjei berharap semakin banyak masyarakat yang memahami sejarah uang Indonesia dan peran daerah dalam menyokong perjuangan nasional. Mesin ini tidak hanya menyimpan cerita tentang uang, tetapi juga tentang keberanian, pengorbanan, dan kecerdikan di masa perang.Mesin Cetak Uang Rantau Ikil Simpan Jejak Sejarah ORIPS di Masa Agresi Belanda
Jumat 21-11-2025,12:28 WIB
Reporter : Bunga Angellica
Editor : Suci Mahayanti
Kategori :
Terkait
Jumat 21-11-2025,13:58 WIB
KOMISI IV DPRD Dukung Penuh Aparat Dalam Penuntasan Kasus Korupsi DAK
Jumat 21-11-2025,13:54 WIB
Tower Telkomsel di Kenali Asam Bawah Roboh dan Timpa Tiang Listrik PLN
Jumat 21-11-2025,13:53 WIB
Anggaran Pembangunan Jalan Jepang di Seberang Kota Jambi Bertambah Rp 5 Milyar
Jumat 21-11-2025,13:33 WIB
Museum Siginjei Jambi Menyimpan Koleksi Arca Bhairawa, Masterpiece yang Melambangkan Sebuah Kekuasaan
Jumat 21-11-2025,12:28 WIB
Mesin Cetak Uang Rantau Ikil Simpan Jejak Sejarah ORIPS di Masa Agresi Belanda
Terpopuler
Kamis 20-11-2025,21:43 WIB
Ketua BAZNAS Kota Jambi Dr. Muhammad Padli, Sosok Akademisi Yang Lahir Dari Pesantren, Ini Profilnya!!!
Kamis 20-11-2025,21:18 WIB
Pidato Elegan Ketua BAZNAS Kota Jambi: Zakat sebagai 'Ladang Jihad' Melawan Kemiskinan Struktural
Kamis 20-11-2025,20:26 WIB
Tenaga Ahli Gubernur Jambi Jangan Melampaui Kewenangan
Jumat 21-11-2025,12:12 WIB
Kasus Pembunuhan, Tersangka Dilimpahkan Ke Kejari Tebo
Jumat 21-11-2025,12:15 WIB
Dugaan Korupsi Pasar Tanjung Bungur, JPU Kejari Tebo Kumpulkan Fakta Persidangan
Terkini
Jumat 21-11-2025,13:58 WIB
KOMISI IV DPRD Dukung Penuh Aparat Dalam Penuntasan Kasus Korupsi DAK
Jumat 21-11-2025,13:54 WIB
Tower Telkomsel di Kenali Asam Bawah Roboh dan Timpa Tiang Listrik PLN
Jumat 21-11-2025,13:53 WIB
Anggaran Pembangunan Jalan Jepang di Seberang Kota Jambi Bertambah Rp 5 Milyar
Jumat 21-11-2025,13:33 WIB
Museum Siginjei Jambi Menyimpan Koleksi Arca Bhairawa, Masterpiece yang Melambangkan Sebuah Kekuasaan
Jumat 21-11-2025,13:16 WIB